Candi Rimbi berlokasi di Desa Pulosari, Kec. Bareng, Kab. Jombang dan berada di kaki barat Gunung Anjasmoro. Situs ini berada pada areal seluas 896.56 meter persegi, berdiri diatas tanah agak tinggi dari sekitarnya. Bangunan terbuat dari batu andesit, sedang pondasinya dari batu bata. Bangunan yang masih ada sekarang memiliki ukuran panjang 13,24 meter, lebar 9,10 meter dan tinggi 12 meter. Sekitar 1 meter di sekeliling candi terdapat satu lapis batu bata yang ditata miring.
Hampir sebagian besar bagian atasnya sudah hancur tetapi bagian bawahnya masih dalam kondisi baik dan dihias oleh gambar yang menyambung mengartikan sesuatu mengelilingi dinding luar. Patung Ratu Tribhuwana yang digambarkan sebagai patung Dewi Parwati, saat ini disimpan di Museum Nasional Jakarta dan satu lagi di Museum Tromulan. Runtuhan
Candi Rimbi ditemukan oleh orang Inggris yang bernama Alfred Wallace, ketika melewati tempat itu saat mengoleksi tanaman di Wonosalam sekitar akhir abad 19. Daerah ini terletak dikaki gunung Anjasmoro dan hutan lebat disekelilingnya serta pemandangan yang indah.
Candi Rimbi menghadap ke barat. Secara vertikal terdiri dari kaki dan tubuh candi. Namun, bagian tubuh candi tinggal separoh, karena mengalami kerusakan. Begitu juga dengan atapnya, sudah runtuh.
Daya tarik Candi Rimbi adalah adanya panil-panil relief yang menghiasi dinding kaki. Panil-panil ini berisi cerita tentang binatang dan keagamaan. Namun, belum diketahui apa isi cerita relief tersebut.Di dinding kaki sebelah utara terdapat terdapat 17 bidang relief. Salah satunya, relief sepasang pengantin yang berada di dalam tempayan (gentong). Ada pula relief sepasang pria dan wanita. Sang pria sedang mencangkul, sedang yang wanita membawa payung. Di kaki sisi timur, juga dihiasi 17 bidang relief cerita binatang dan kegiatan keagamaan. Sedang di sisi selatan terdapat 8 buah bidang.
Berdasarkan seni arsitektur bangunan,
Candi Rimbi berlatar belakang Hindu. Hal ini, ditandai penemuan arca Dewi Parwati (isteri Dewa Siwa) yang sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.Arca Parwati ditemukan di ruang utama candi. Tetapi, ruangan ini sudah tidak ada lagi, karena separoh dari badan candi sudah runtuh.
Arca Dewi Parwati/Dewi Uma ini, dalam perwujudan Durga Mahisasuramardhini dimana dilukiskan sedang berjuang mengalahkan Asura dalam wujud raksasa, dikisahkan Kahyangan tempat para Dewa tinggal, mengalami kekacauan akibat ulah seekor kerbau (Mahisa). Prajurit para Dewa tidak mampu mencegah, berkat kesaktiannya Dewi Parwati (Sakti/istri) Dewa Siwa, berubah wujud menjadi Dewi Durga, yaitu seorang Reksasi, dengan gagah berani dihadapi Mahisa yang sedang mengamuk tersebut.
Arca Parwati (Durga) yang ditemukan di Candi Rimbi melukiskan Tribhuwana Wiajaya Tunggadewi, ratu Majapahit yang memperintah pada 1328 - 1350 M. Tribhuwana Wijayatunggadewi atau Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani adalah penguasa ketiga Majapahit. Sewaktu gadis ia bernama Sri Gitarja, dan ia adalah puteri Raden Wijaya dari Gayatri.
Arca-arca Hindu juga ditemukan di halaman candi. Tetapi, arca-arca itu sudah tidak ada di lokasi candi. Di halaman candi terdapat reruntuhan batu.Nama Candi Rimbi juga sering disebut juga Cungkup Pulo.
Nama Rimbi dikaitkan dengan nama tokoh pewayangan bernama Arimbi, isteri Wrekudoro (Bima). Berdasarkan cerita rakyat, di sebelah barat Desa Ngrimbi (sekitar 1 kilometer dari candi), terdapat kuburan Dewi Arimbi yang ada di Cungkup Pulo. Bangunan purbakala peninggalan Kerajaan Majapahit ini sangat sepi pengunjung.
Tipe patung Dewi Durga Mahesasuramardhini yang ada di
Candi Rimbi boleh dikatakan adalah tipe kecantikan yang serba kaku, keras kepala, menunjukkan ke-aku-an yang menonjol, bahkan dalam gerakannya terlihat keinginan untuk diperhatikan. Tipe ini juga nampak garang dan terkesan tidak bisa menyembunyikan apa yang tengah dialami, dan justru inilah daya tariknya.
Durga paling sering digambarkan dalam adegan mengalahkan Asura, namun di Jawa (atau Indonesia umumnya) sangat jarang ditemukan wajah Durga yang menunjukkan dirinya sebagai seorang raksasi, sebaliknya Durga selalu digambarkan dengan penuh kelembutan seorang wanita.
Yang nampak lain adalah patung Durga dari
candi Rimbi ini. Patung Durga dari candi Rimbi ini digambarkan berdiri dengan kedua kaki terbentang (pada umumnya Durga digambarkan dalam sikap tribhangga), menyeringai sehingga memperlihatkan gigi taringnya yang tajam, mata melotot dan rambut terurai tak beraturan.
Hal ini tentu saja disebabkan karena pengaruh dari aliran keagamaan yang melatar belakangi pembuatan patung tersebut, yaitu aliran Tantrayana. Tantrayana adalah salah satu aliran dalam agama Hindu yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan raja Kertanegara, yaitu akhir dari kerajaan Singosari, walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa agama Hindu yang masuk di Indonesia sudah menunjukkan adanya pengaruh Tantris tersebut